Jon Sujemi perwakilan FSPMI Mukomuko mengatakan, meskipun tahun ini tidak menggelar orasi namun tuntutan kepada Pemkab Mukomuko tetap ada.
Dimana tuntutan tersebut harus diampaikan ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu, untuk diteruskan ke Pemerintah Pusat.
Yang pertama tegasnya, tetap menolak pemberlakuan UU Cipta Kerja (omnibus law) meminta pemerintah segera lakukan pencabutan UU Nomor 6 tahun 2023 itu.
Kedua meminta pemerintah segera mengesahkan Rancangan UU PPRT.
BACA JUGA:Miris! Balita di Kaur Dicabuli Remaja, Tersangka Sudah Ditahan Polisi
Ketiga, mendesak pemerintah mencabut aturan Parliamentary Threshold empat persen dan sistem Presidential Threshold.
"Itu tuntutan kami kepada Pemkab Mukomuko dan Pemprov Bengkulu agar dapat diteruskan ke pemerintah pusat. Tuntutan ini sama dengan yang kami sampaikan tahun 2023 lalu,’’ ujarnya.
Selain itu, FSPMI Mukomuko kata Jon Sujemi, juga meminta penyelesaian hubungan industrial yang menjadi permasalahan pelik dan tak kunjung ada solusi dari perusahaan dan dinas terkait.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Mukomuko, Ali Saftaini SE yang hadir di tengah masa aksi berjanji berusaha mengakomodir seluruh tuntutan yang disampaikan buruh.
Baik tuntutan yang sifatnya Nasional maupun lokal yang berkaitan dengan hak buruh dan penyelesaian-penyelesaian permasalahan yang ada di tengah-tengah buruh dan perusuhanan yang ada di Mukomuko.
"Tentunya kami DPRD Mukomuko akan berusaha menyampaikan apa yang mejadi tuntutan buruh,’’ ujarnya.
Diakui anggota DPRD Provinsi Bengkulu terpilih untuk periode 2024-2029 ini, tentunya semua harapan buruh membutuhkan proses.
Seperti tuntutan pencabutan UU Cipta Kerja, DPRD Mukomuko akan merangkum terlebih dahulu sebelum di sampaikan.
Sedangkan terkait tuntutan lokal, Ali memastikan DPRD akan memanggil kedua belah pihak untuk duduk bersama.
BACA JUGA:Terbukti Korupsi Pengadaan Jas, Mantan Kadis PMD dan Broker Divonis Hukuman Berbeda
Baik itu buruh maupun pihak perusahaan bersangkutan, digelar secepatnya.