Keputusan itu diambil setelah rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo pada 15 Mei 2024 lalu.
’’Dengan penundaan ini, pelaku UMK diberi kesempatan untuk mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB) dan mengajukan sertifikasi halal sampai Oktober 2026,’’ katanya.
Dia menegaskan kebijakan itu untuk mencegah pelaku UMK yang belum memiliki sertifikat halal, bermasalah secara hukum.
Diantaranya terkena sanksi administrasi yang berlaku sesuai aturan UU Jaminan Produk Halal.
Yaqut mengatakan ketentuan kolnggaran itu hanya berlaku untuk produk UMK.
Selain itu, misalnya usaha menengah dan besar, tetap berlaku aturan wajib mulai 18 Oktober 2024.
Aturan ini tertuang juga dalam Peraturan Pemerintah 39/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Di dalam pasal 140 diatur bahwa produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan wajib bersertifikat halal mulai 18 Oktober 2024.
Pelayanan sertifikat halal dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag.
Kepala BPJPH Kemenag Aqil Irham mengatakan pemerintah perlu mempersiapkan anggaran yang cukup untuk memfasilitasi sertifikasi halal UMK, lewat program deklarasi mandiri.
Selama ini BPJPH Kemenag mengalami keterbatasan anggaran untuk pembiayaan fasilitas sertifikasi halal kategori self declare (deklarasi mandiri).
Setiap tahun Kemenag hanya punya anggaran untuk membiayai 1 juta sertifikat halal untuk self declare.
Pendapat Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu, Dempo Xler mendukung langkah Kemenag menunda kewajiban sertifikat halal untuk pelaku UMK.
Sampai semua pelaku UMK benar-benar siap.
Sebab masih banyak pelaku UMK belum mendapatkan informasi secara detail kebijakan tersebut.
“Perlu dilakukan sosialisasi secara menyeluruh. Termasuk masalah hukum yang bisa menjerat pelaku UMK. Jangan sampai pelaku UMK terjerat masalah hukum tanpa tahu kebijakan tersebut,” kata Dempo.