“Modus operandi tersangka, kira-kira setiap pencairan, menurut pengakuan mereka, itu menyisikan sisikan 3,5 persen. Dan Itu digunakan untuk non budgeter.
Ini juga akan menjadi materi di persidangan nantinya, saya hanya bisa bocorkan sedikit.
Jadi tidak terlalu saya lebarkan lebih jauh.
Yang jelas para tersangka mengaku ada menyisihkan uang 3,5 persen setiap pencairan,” bebernya.
BACA JUGA:Lepas Prosesi Tabut Tebuang 2024, Pemprov Targetkan Event Bengkulu Masuk KEN
Untuk diketahui, dalam perkara dugaan Tipikor ini menyebabkan kerugian negara (KN) dari tahun 2016 hingga tahun 2021 sebanyak Rp4,8 miliar lebih ini setelah dihitung oleh tim auditor Kejati Bengkulu.
Rinciannya tahun 2016 KN mencapai Rp892,6 juta lebih.
Tahun 2017 Rp 901.1 juta lebih, tahun 2018 Rp 1,1 miliar lebih, tahun 2019 Rp 1,3 miliar lebih, tahun 2020 Rp 198.6 juta lebih dan tahun 2021 sebesar Rp 285.6 juta lebih.
Dengan Total KN selama enam tahun tersebut sebesar Rp 4.841.952.577.
BACA JUGA:Hingga Juli, 40 Kasus GHPR Terjadi di Kaur
Modus yang dilakukan tersangka, diduga melakukan belanja yang tidak dilaksanakan (fiktif), belanja pertanggungjawaban lebih tinggi dari pengeluaran, mark up, dan belanja yang tidak dilengkapi dengan bukti SPJ.
Untuk diketahui, berdasarkan hasil audit yang dilakukan tim auditor Kejati Bengkulu.
Bahwa KN yang ditimbulkan dari perkara ini mencapai Rp4.841.952.577 dalam kurun waktu 6 tahun dari 2016 ke 2021.
KN terbesar terjadi dari 2016 sampai dengan 2019.
Sementara tahun 2020 dan tahun 2021 relatif lebih kecil. Rincian kerugian negara sesuai dengan pers realese kejari Mukomuko, yaitu 2016 sebesar Rp892.667.242.KN 2017 sebesar Rp901.161.017.KN 2018 naik hingga menjadi Rp1.178.081.344.