Ketika pujian menjadi jarang, mereka mulai meragukan nilai diri mereka sendiri karena telah terbiasa dengan penguatan positif dari luar.
Fenomena ini dikenal sebagai "hedonic treadmill," di mana kepuasan dari pujian terus meningkat, tetapi begitu pujian tersebut menghilang, rasa puas pun menurun drastis.
BACA JUGA:Mengenal Cristiano Ronaldo International Airport: Salah Satu Bandara Paling Berbahaya di Dunia
Akibatnya, individu tersebut mungkin mengalami kecemasan, depresi, atau perasaan tidak aman tentang kemampuan dan nilai diri mereka.
3. Membuat Cerita untuk Membenarkan Diri dalam Perselisihan
Dalam situasi konflik, manusia cenderung membuat cerita atau narasi yang membenarkan tindakan dan posisi mereka sendiri.
Ini dikenal sebagai "self-serving bias," di mana seseorang memutarbalikkan fakta atau bahkan menciptakan cerita baru untuk melindungi citra diri mereka.
BACA JUGA:Mengarah ke Sindikat, Begini Dugaan Cara Kerja Penipu Jual Mobil Online, Kasi Humas: Sedang Diburu
Dalam konflik interpersonal, hal ini sering kali memperburuk situasi karena kedua belah pihak merasa benar dan tidak mau mengakui kesalahan.
Contoh nyata bisa dilihat dalam perselisihan rumah tangga, perdebatan politik, atau konflik di tempat kerja.
Dengan membuat cerita yang menguntungkan diri sendiri, seseorang menghindari rasa bersalah dan mempertahankan harga diri, meskipun itu berarti harus mengorbankan kebenaran.
4. Mengkhianati Orang Lain dalam Keadaan Terdesak
Saat berada dalam keadaan terdesak, manusia bisa rela mengkhianati orang lain demi menjaga nama dan keseimbangan diri.
BACA JUGA:Partai Golkar Umumkan Cakada, Ini Jadwalnya
Pengkhianatan ini bisa dalam bentuk fisik, emosional, atau moral.
Dalam situasi ekstrem, seperti ancaman terhadap keselamatan atau reputasi, naluri bertahan hidup sering kali mengambil alih, dan nilai moral bisa menjadi sekunder.