Keharusan untuk meninggalkan pekerjaan, bahkan hanya untuk beberapa jam, dapat menjadi pilihan yang sulit bagi mereka yang bergantung pada pendapatan harian. Mereka lebih memilih bekerja daripada berpartisipasi dalam pemilu.
BACA JUGA:Remaja Kedurang Ilir Tewas, Polisi Amankan 2 Terduga Pelaku, Ini Motifnya
- *Kurangnya Akses terhadap Informasi*: Masyarakat miskin sering kali memiliki keterbatasan akses terhadap informasi mengenai pemilu, kandidat, dan program-program yang ditawarkan.
Ketidakmampuan untuk memahami pilihan yang ada membuat mereka merasa tidak perlu berpartisipasi.
- *Ketiadaan Harapan Akan Perubahan*: Banyak warga dari kelompok ini yang merasa tidak ada perubahan signifikan yang mereka rasakan meskipun sudah berulang kali mengikuti pemilu atau pilkada.
Mereka merasa bahwa siapapun yang terpilih tidak akan mampu mengatasi masalah kemiskinan yang mereka hadapi sehari-hari, sehingga memilih untuk tidak memilih.
BACA JUGA:Ini 5 Negara yang Masih Menerima Mata Uang Rupiah Sebagai Alat Pembayaran
4. *Kelompok Minoritas Etnis dan Agama*
Kelompok minoritas, baik dari segi etnis maupun agama, terkadang menghadapi berbagai tantangan yang menyebabkan mereka memilih untuk golput.
Beberapa faktor yang berkontribusi antara lain:
- *Marginalisasi Sosial dan Politik*: Banyak kelompok minoritas merasa bahwa kepentingan mereka tidak diwakili dengan baik oleh kandidat yang ada.
Mereka merasa diabaikan atau bahkan dimusuhi dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, sehingga memilih untuk tidak berpartisipasi dalam proses politik.
BACA JUGA:DAK Pendidikan, Target 83 Kegiatan Fisik Tuntas di November 2024
- *Diskriminasi Sistemik*: Diskriminasi yang dialami oleh kelompok minoritas dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk akses ke pekerjaan, pendidikan, dan layanan publik, sering kali menyebabkan mereka merasa tidak memiliki tempat dalam sistem politik.
Hal ini berujung pada ketidakpedulian atau bahkan sikap antipati terhadap pemilu.
5. *Masyarakat di Daerah Terpencil*