Tindakan ini memungkinkan kembali perayaan Imlek dan kegiatan budaya Tionghoa lainnya di Indonesia.
Abdurrahman Wahid, yang sering disebut sebagai Gus Dur, memang dikenal dengan kebijakan-kebijakan yang mengutamakan toleransi dan menghormati keberagaman budaya dan agama di Indonesia.
Salah satu langkah penting yang diambilnya adalah mencabut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 tahun 1967
Yang dikeluarkan oleh pemerintah sebelumnya yang melarang segala hal yang berhubungan dengan budaya Tionghoa, termasuk perayaan Imlek, keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadat.
Dengan mencabut Inpres Nomor 14 tahun 1967, Gus Dur memperkuat kembali pengakuan dan penghargaan terhadap keberagaman budaya dan agama di Indonesia.
Tindakan ini merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki hubungan antara pemerintah dan masyarakat Tionghoa di Indonesia serta mempromosikan kerukunan antar-etnis.
Langkah ini menunjukkan komitmen Gus Dur dalam membangun Indonesia yang lebih inklusif dan menghargai berbagai tradisi dan keyakinan masyarakatnya.
Pada masa Megawati Soekarnoputri (2001-2004). Mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19 tahun 2002 dan meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional.
Sebenarnya, Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2002 tidak secara langsung meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional di Indonesia.
Namun, keputusan tersebut mengatur tentang hari libur nasional di Indonesia untuk tahun-tahun berikutnya.
Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2002 menetapkan daftar hari libur nasional dan cuti bersama untuk tahun 2003 dan seterusnya.
Dalam daftar tersebut, Imlek atau Tahun Baru Imlek juga dimasukkan sebagai salah satu hari libur nasional.
Dengan demikian, walaupun tidak secara eksplisit meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional.
Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2002 mengakui pentingnya perayaan Imlek sebagai bagian dari keberagaman budaya dan agama di Indonesia dengan memasukkan Imlek sebagai salah satu hari libur nasional yang dihormati oleh semua warga negara.