Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari mendaki gunung--Arie Saputra Wijaya/RB
Salah satu dampak paling nyata dari perubahan tujuan dan karakteristik pendaki ini adalah meningkatnya jumlah sampah di gunung-gunung.
Gundukan sampah yang ditemukan di berbagai gunung adalah bukti konkret bahwa hanya sedikit pendaki yang benar-benar memiliki jiwa pencinta alam.
Ketika semakin banyak orang yang mendaki gunung tanpa kesadaran lingkungan yang memadai, maka semakin banyak pula sampah yang dihasilkan dan ditinggalkan di alam.
BACA JUGA:Penutupan HUT Kabupaten Bengkulu Tengah Meriah, J-Rocks Pukau Ribuan Warga
BACA JUGA:Penutupan HUT Kabupaten Bengkulu Tengah Meriah, J-Rocks Pukau Ribuan Warga
Ironisnya, meskipun jumlah pendaki semakin meningkat, kesadaran untuk menjaga kebersihan dan kelestarian alam tidak ikut meningkat.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua pendaki gunung adalah pencinta alam sejati.
Bagaimana seseorang bisa disebut pencinta alam jika tidak bisa membuktikan rasa cintanya melalui tindakan nyata, seperti menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan?
Dari fenomena tersebut, kita bisa merefleksikan bahwa perbedaan mendaki gunung dulu dan sekarang menggambarkan pergeseran nilai dan tujuan yang signifikan.
Dulu, mendaki gunung adalah cara untuk menyatu dengan alam, merasakan petualangan, dan mendidik diri sendiri.
Sekarang, mendaki gunung sering kali hanya menjadi sarana untuk eksistensi diri di media sosial tanpa memperhatikan dampak terhadap lingkungan.
BACA JUGA:10 Manfaat Biji Wijen Untuk Kesehatan, Salah Satunya Bisa Menjaga Kesehatan Tulang
BACA JUGA:Hasil Grup B Euro 2024: Nasib Kroasia di Ujung Tanduk, Begini Hitung-hitungannya Lolos
Untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya edukasi dan kesadaran lingkungan yang lebih baik di kalangan pendaki.
Setiap pendaki harus didorong untuk mengembangkan rasa cinta dan tanggung jawab terhadap alam. Ini bisa dilakukan melalui berbagai cara, seperti: