Pola makan tidak teratur dapat mempengaruhi produksi hormon yang terlibat dalam proses pencernaan.
Hormon-hormon seperti insulin dan ghrelin dapat terpengaruh, yang dapat mempengaruhi nafsu makan dan metabolisme.
Pola makan yang tidak teratur dapat mempengaruhi komposisi mikrobiota usus, yaitu populasi bakteri baik di dalam usus.
Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan masalah pencernaan seperti perut kembung, gas, dan intoleransi makanan.
Secara umum, pola makan tidak teratur dapat meningkatkan risiko gangguan pencernaan jangka panjang seperti sindrom usus iritabel (IBS), penyakit divertikular, atau bahkan kanker usus.
BACA JUGA: Ternyata Ini Alasan Pepatah Tuntutlah Ilmu Hingga ke Negeri Cina
4 . Pikiran Yang Terlalu Stres
Gangguan pencernaan yang disebabkan oleh stres dapat terjadi karena adanya interaksi kompleks antara otak dan sistem pencernaan.
Stres yang berlebihan dapat mempengaruhi sistem saraf, termasuk sistem saraf otonom yang mengatur fungsi-fungsi otomatis dalam tubuh, termasuk pencernaan.
Ini dapat mengakibatkan perubahan dalam pergerakan usus dan peningkatan sensitivitas terhadap sensasi pencernaan.
Stres dapat mempengaruhi permeabilitas usus. Tentu hal ini dapat menyebabkan zat-zat berbahaya atau bakteri dari dalam usus dapat bocor ke dalam aliran darah, memicu reaksi inflamasi dan gangguan pencernaan.
Stres dapat merangsang produksi asam lambung yang berlebihan, yang dapat menyebabkan gejala seperti mulas, sakit maag, atau reflux asam (GERD).
BACA JUGA: Antartika Jadi Tempat Paling Susah Didatangi Ini Alasannya!
Stres dapat memengaruhi komposisi mikrobiota usus, yaitu populasi bakteri baik di dalam usus.
Gangguan pada mikrobiota usus ini dapat berkontribusi terhadap gangguan pencernaan seperti diare, sembelit, atau perut kembung.
Stres yang kronis dapat mengganggu ritme alami peristaltik usus, yang dapat menyebabkan gangguan seperti sindrom usus iritabel yang sering kali terkait dengan stres.