Menurutnya, konsumsi baja nasional diperkirakan mencapai 18,3 juta ton atau tumbuh sebesar 5,2 persen pada 2024.
Pertumbuhan ini ditopang berbagai kondisi yang menjadi pendorong permintaan baja.
“Indonesia juga gencar mengembangkan infrastruktur dan mendorong industri manufaktur, seperti pembangunan IKN, pembangunan infrastruktur, dan pengembangan industri otomotif. Sedikitnya, terdapat 41 proyek prioritas strategis nasional yang ditargetkan selesai tahun 2024,” jelas Zulkifli Hasan.
Diterangkannya, Kemendag melalui berbagai strategi dan kebijakan berkomitmen untuk terus mendukung peningkatan ekspor nasional.
Upaya ini di antaranya melalui pembukaan akses pasar luar negeri sebagai ‘toll way’, yaitu perjanjian perdagangan Free Trade Agreement (FTA), Preferential Trade Agreement (PTA), dan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan Kanada dan Uni Eropa, serta memperluas pasar nontradisional.
BACA JUGA:Kenali 10 Senjata Tradisional Indonesia, Salah Satunya Terbuat dari Tulang Burung Kasuari
“Di sisi lain, Kemendag terus berupaya melindungi dan mendorong industri baja dalam negeri. Beberapa di antaranya dengan melakukan pembatasan impor untuk produk besi baja tertentu, mendorong kegiatan ekspor yang bernilai tambah melalui hilirisasi produk besi baja, dan melakukan pengawasan impor besi baja sebagai upaya untuk memastikan barang yang beredar sudah sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ditetapkan,” papar Zulkifli.
Zulkifli Hasan juga menjelaskan industri besi baja Indonesia masih dihadapkan restriksi perdagangan dari negara lain. Beberapa di antaranya seperti pengenaan trade remedies dan kebijakan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM).
Namun, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengatasi berbagai hambatan perdagangan tersebut.
Salah satunya, diwujudkan dengan kegiatan pelepasan ekspor produk baja berteknologi tinggi sebanyak 160 ton senilai USD 195 ribu ke negara tujuan Australia, Kanada, dan Puerto Rico pada Jumat, 21 Juni 2024.
“Kolaborasi adalah kunci. Saya harap kita dapat terus bekerja sama dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Di tengah melambatnya ekonomi dunia, kalau kita terampil, ada peluang. Di tengah polarisasi, produk Indonesia masih diterima di pasar global,” urainya.(rls)