Sesi pertama, saksi Serly menjelaskan metode perhitungan kerugian negara.
"Metode yang kami lakukan terbilang sama yaitu kami memeriksa seluruh objek yang diduga terdapat tindakan Korupsi," ungkap Serly.
Ia menyebut, memang ditemukan ada tindakan mark up anggaran sebesar 3,5 persen, SPJ fiktif, bahkan ada juga dana sudah terserap namun SPJ tidak ada.
"Benar pada perkara ini ada SPJ yang di buat namun tidak ada fisik, dan juga kami mendapatkan bahwa ada pemberlakukan kenaikan anggaran sehingga tidak sesuai dengan sebenarnya," terang Serly.
BACA JUGA:Mulai Besok, 10 Pelanggaran Ini Akan Ditilang Satlantas Polres Seluma
Sesi selanjutnya dilanjutkan Dr. Elektison Somi, SH, MHum. Ia memberikan keterangan terkait penghitungan kerugian negara tidak semua bisa menyimpulkan.
Elektison mengatakan lembaga yang sudah ditunjuk untuk melakukan penghitungan kerugian negara hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Sebab mereka (BPK dan BPKP, red) sudah diatur dalam Undang-Undang yang sah di negara ini,’ ungkap Elektison.
Menurut Elektison hanya BPK dan BPKP yang bisa mengumumkan hasil penghitungan kerugian negara.
“Jika ada lembaga yang yang ingin menyimpulkan hitungan kerugian negara intinya harus diatur pada peraturan yang jelas jika tidak, itu tidak bisa,” terang Elektison usai sidang berlangsung.
BACA JUGA:Kebut Pemberkasan Jilid II dan III, Dugaan Korupsi KUR BRI Unit Tes Ditarget Sidang Awal 2025
BACA JUGA:Bobol Rumah dengan Kunci Palsu, Warga Kota Bengkulu Diciduk Polisi
Selain itu, Elektison menyampaikan bahwa unsur perbuatan melawan hukum para terdakwa yang terlibat perkara ini sudah masuk.
“Bisa dikatakan unsur perbuatan melanggar hukum itu sudah masuk,” jelas Elektison.
Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Mukomuko Agrin Nico, SH, MH mengatakan keterangan auditor Kejati Bengkulu mendukung dakwaan JPU.