Relevansi Teori Positivisme Hukum Hans Kelsen Terhadap Budaya Hukum di Pengadilan Negeri Indonesia
RELEVANSI: Penelitian ini dilakukan oleh Mutiara Indryanti, Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, untuk menelaah kembali relevansi positivisme hukum Kelsen dalam konteks penegakan hukum modern yang dituntut lebih responsif, humanis, dan progresif--
KORANRB.ID – Dalam praktik peradilan Indonesia, perdebatan mengenai sejauh mana hakim seharusnya berpijak pada teks undang-undang atau menggali nilai-nilai keadilan substantif terus menjadi isu sentral dalam kajian hukum.
Fenomena kecenderungan hakim untuk menempatkan diri sebagai penerap hukum yang pasif memperlihatkan adanya jejak kuat paradigma positivisme hukum, khususnya pemikiran Hans Kelsen.
Kondisi ini mendorong perlunya kajian komprehensif mengenai hubungan antara teori positivisme hukum dan budaya hukum hakim yang berkembang di Pengadilan Negeri Indonesia.
Berangkat dari kegelisahan akademik tersebut, penelitian ini dilakukan oleh Mutiara Indryanti, Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, untuk menelaah kembali relevansi positivisme hukum Kelsen dalam konteks penegakan hukum modern yang dituntut lebih responsif, humanis, dan progresif.
BACA JUGA:Kado Istimewa HUT Provinsi Bengkulu ke-57, Program Helmi-Mian Sukses Bantu Rakyat
BACA JUGA: Ekonomi Kreatif Maluku Utara Diperkuat Lewat Kurasi dan Eksposur
Penelitian ini mengkaji relevansi teori positivisme hukum Hans Kelsen terhadap budaya hukum hakim di Pengadilan Negeri Indonesia.
Menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan konseptual dan filosofis, penelitian ini menganalisis konsep-konsep kunci positivisme hukum seperti Grundnorm, hierarki norma (Stufenbau), dan pemisahan hukum dari moral.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya hukum hakim di Pengadilan Negeri Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh paradigma positivisme hukum, yang tercermin dalam kecenderungan formalistik-legalistik dalam memutus perkara.
Hakim cenderung terpaku pada interpretasi harfiah pasal-pasal undang-undang tanpa menggali nilai-nilai keadilan substantif yang hidup dalam masyarakat.
BACA JUGA:Jaksa Garda Desa Diluncurkan, Tata Kelola Dana Desa di Provinsi Bengkulu Diperkuat
BACA JUGA:Dari Pelabuhan Pulau Baai Menuju Indonesia Emas, GM Pelindo: Selamat HUT Provinsi Bengkulu
Relevansi positivisme hukum Kelsen bersifat ambivalen: di satu sisi memberikan kepastian hukum dan mencegah kesewenang-wenangan, namun di sisi lain berpotensi menghasilkan putusan yang formal-prosedural tetapi tidak adil secara substantif.
Penelitian ini merekomendasikan perlunya transformasi budaya hukum hakim menuju pendekatan yang lebih progresif dengan mengintegrasikan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan sebagai tiga pilar tujuan hukum, serta menempatkan manusia sebagai subjek sentral dalam penegakan hukum.