Selanjutnya, dalam kalender masehi ini diputuskanlah Januari sebagai bulan awal. Nama Januari diambil dari nama Dewa yang memiliki dua wajah bernama Janus. Ia dipercaya sebagai dewa penjaga gerbang Olympus. Sebelum tutup usia pada tahun 44 SM, Julius Caesar sempat mengganti nama bulan Quintilis menjadi Julius atau Juli, serta Sextilis menjadi Agustus. Agustus merupakan nama kaisar penerus Julius Caesar.
BACA JUGA:Prediksi BMKG, Malam Tahun Baru Akan Diguyur Hujan
Pada mulanya, kalender masehi yang ditetapkan oleh Julius Caesar ini hanya digunakan oleh bangsa Romawi kuno saja. Namun, setelah Kristen menjadi agama resmi Kekaisaran Romawi kuno pada tahun 312 M, sistem penanggalannya mengikuti kalender Julian.
Perhitungan tahun masehi mulai diterapkan, dan Tahun kelahiran Yesus Kristus ditetapkan sebagai tahun 1 masehi. Hal ini juga dilakukan bangsa Yahudi. Hal itu terjadi pada tahun 63 SM setelah Yerusalem jatuh ke tangan Romawi. Dengan telah dikuasainya Yerussalem oleh Romawi, maka penanggalan Yahudi pun berganti jadi penanggalan masehi.
BACA JUGA:Perayaan Tahun Baru, Mercure Bengkulu Tawarkan Paket Lengkap Menginap
Tahun berganti tahun, lama-kelamaan muncullah tradisi untuk merayakan pergantian tahun yang disebut sebagai "Sylvester Night," atau bisa dikatakan perayaan malam tahun baru yang diglear setiap malam tanggal 31 Desember hingga 1 Januari. Tradisi ini masih terus dilakukan hingga sekarang.
Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi
Lalu bagaimana hukumnya merayakan tahun baru masehi menurut Islam?
Menurut Ustad Abdul Somad (UAS) yang diunggah di akun YouTube Taman Surga Net disebutkan, kalender masehi awalnya dibuat oleh kaisar dari Negeri Romawi yang bernama Julius Caisar dan lalu disebut Kalender Julian.
BACA JUGA:Siap-siap Perayaan Tahun Baru, Ini Tips Memilih Jagung Untuk Dibakar
Selanjutnya, kalender tersebut diadopsi dan dimodifikasi oleh Paus di Vatikan yang bernama Paus Gregorius. Hasilnya disebut Gregorian Kalender. Lambat laun, dalam suatu pertemuan yang dilakukan oleh Perkumpulan Bangsa-bangsa (PBB), kalender Gregorian ini disepakati sebagai kalender yang digunakan secara seragam di seluruh dunia, termasuk Indonesia yang masuk anggota PBB.
Meskipun kalnder masehi merupakan buatan non muslim, namun UAS mengatakan penggunaan kalender masehi sebenarnya tetap diperbolehkan.
"Apakah boleh kita pakai alat non muslim? Boleh, ini kamera non muslim punya. Alat non muslim dipakai boleh, begitu juga kalender boleh digunakan," ujar UAS.
BACA JUGA:Tekan Dampak Pergaulan Bebas di Malam Tahun Baru
Namun apabila sudah menyangkut ke akidah atau kepercayaan, maka hukumnya tidak boleh.
sementara itu ada juga ulama yang memperbolehkan perayaan tahun baru. Dia adalah Guru Besar Al-Azhar, Asy-Syarif dan Syekh Athiyyah Shaqr yang merupakan Mufti Agung Mesir. Keduanya berpandangan, perayaan tahun baru Masehi ini boleh saja dilakukan selama tidak mengandung unsur kemaksiatan. (**)