BACA JUGA:97,6 Persen Wajib KTP di Bengkulu Tengah Sudah Melakukan Perekaman Data
"Kemudian yang jadi soal, jika guru tersebut berada di wilayah provinsi dengan Upah Minimum 2 juta, seperti Jawa Tengah dan DIY, mereka dianggap layak ikut Tapera. Padahal dengan gaji sekecil itu mereka masih harus dipotong Tapera dan banyak potongan lainnya," keluhnya.
Kemudian, lanjut dia, ada kecemasan terkait bisa tidaknya dana Tapera dicairkan.
Selain itu, belum ada bukti peserta bisa mendapatkan rumah setelah menabung di Tapera.
"Belum pernah diketahui ada presedennya atau bukti nyata," sambungnya.
BACA JUGA:Tempat Pembuangan Sampah di Desa Talang Empat Ilegal, Tidak Ada Izin DLH
BACA JUGA:Abrasi Pantai Semakin Parah, 2 Rumah Ambruk, BWSS VII Palembang Pasang 900 Geobox
Menurut Satriwan, ada ketakutan nasib Tapera akan seperti asuransi ASABRI dan JIWASYARA yang dikorupsi besar-besaran.
Seperti diketahui, Korupsi ASABRI telah merugikan negara hingga Rp 22,7 Triliun.
Begitu pula JIWASRAYA, BUMN yang mengelola dana pensiun dan asuransi ini juga melakukan korupsi dengan kerugian negara Rp 16,8 Triliun.
"Bagaimana kalau Tapera berakhir naas seperti ASABRI dan JIWASRAYA? Guru itu kelompok marjinal dan lemah, tidak punya kekuatan melawan atau menggugat.
Peluang mengadu dan memprotes juga sangat kecil," tambah Kabid Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri.
Bayangkan, imbuh dia, dana pensiun TNI dan Polri saja dengan mudah dikorupsi.
" Bagaimana para guru bisa yakin Tapera akan lebih baik?," sambung Iman yang juga merupakan guru honorer tersebut.
BACA JUGA:Mutasi, 2 Petinggi Kejari Kepahiang Bergeser, Ini Penggantinya
Iman menyatakan, gaji guru Non-ASN sudah banyak dipotong dengan berbagai jenis potongan.