Yakni melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2018 tentang Prioritas Penggunaan DD Tahun 2019.
Bahkan salah satu tolak ukur penilaian keberhasilan desa dalam mewujudkan desa yanh mandiri adalah tidak adanya kasus stunting yang menimpa masyarakatnya.
Justru itu mengabaikan masalah stunting sama saja bunuh diri bagi pemerintah desa.
Dalam implementasi penanganan stunting, pemerintah desa tidak hanya berkewajiban memberi makanan tambahan yang bergizi untuk balita atau kegiatan pengembangan ketahanan pangan saja.
BACA JUGA:Perkuat Kinerja Keuangan Sepanjang 2024, GOTO Beberkan Strategi Bisnis, Simak Penjelasannya
Setiap desa juga harus merumuskan penggunaan DD untuk pembangunan yang mendukung pencegahan masalah kekurangan gizi.
Antara lain penyediaan sarana air bersih dan sanitasi yang sehat. Termasuk memberikan bantuan sosial kepada keluarga kurang mampu melalui Bantuan Langsung Tunas Dana Desa (BLT-DD).
Untuk diketahui, penanganan stunting tidak akan berhasil tanpa adanya peran seluruh pihak dalam upaya pengentasannya.
Salah satunya Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang salah satu tujuan pembentukannya adalah untuk mempercepat penanganan stunting.
BACA JUGA:Sudah Eranya, Seberapa Penting Peran Artificial Intelligence (AI) di Industri Human Resources?
Masing-masing TPK mempunyai tugas utama dalam pencegahan stunting.
Mulai dari melaksanakan pendampingan, penyuluhan, pelaporan dan memberikan rujukan pengobatan terhadap anak penderita stunting.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Lebong, Rachman, SKM, M.Si mengatakan, pentingnya penanganan stunting sudah diamanahkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
‘’Sesuai data yang ada pada kami, kasus stunting di Kabupaten Lebong sepanjang Januari hingga Desember 2023 mencapai 236 kasus. Artinya hanya di 20,5 persen.
BACA JUGA:Produksi CPO Naik, 2024 Waspada Ketidakpastian Ekonomi Global
Jumlah itu turun dibanding tahun 2022 yang persentasenya berada di angka 23 persen,’’ tandas Rachman.